Pertemuan pertama kami berlangsung tanpa ekspektasi. Tidak ada niat untuk menarik perhatian, apalagi berharap pada cinta. Semuanya terasa biasa saja sebuah pertemuan di Tataring yang kala itu hanya seperti angin lalu.
Beberapa waktu kemudian, kami kembali bertemu, ternyata wanita itu tinggal di pargodungan gereja kami di Tomok.
Kami mulai memiliki kesempatan untuk berbasa basi.
Kami mengobrol ringan tentang film, berbagi koleksi dari laptopnya, dan tak lupa bertukar kontak. Siapa sangka, dari perbincangan sederhana itulah, benih-benih perasaan mulai tumbuh perlahan.

Tahun ini menjadi saksi perjalanan cinta jarak jauh antara Afrika dan Indonesia. Bukan hal yang mudah, namun setiap panggilan video, pesan, dan doa menjembatani kerinduan yang tak bisa diukur.

Kami akan mengikat janji suci dalam pernikahan kudus, bukan sekadar karena saling mencintai, tapi sebagai dua jiwa yang percaya bahwa Tuhan mempertemukan kami untuk dipersatukan.